Kamis, 04 Desember 2014

Bagaimana Bisa Terjadinya Hujan ?

Bagaimana Bisa Terjadinya Hujan ?
Proses Terjadinya Hujan
Hujan adalah sebuah presipitasi berwujud cairan, berbeda dengan presipitasi non-cair seperti saljubatu es dan slit. Hujan memerlukan keberadaan Lapisan Atmosfer tebal agar dapat menemui suhu di atas titik leleh es di dekat dan di atas permukaan Bumi. Di Bumi, hujan adalah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di daratan. Dua proses yang mungkin terjadi bersamaan dapat mendorong udara semakin jenuh menjelang hujan, yaitu pendinginan udara atau penambahan uap air ke udara. Virga adalah presipitasi yang jatuh ke Bumi namun menguap sebelum mencapai daratan; inilah satu cara penjenuhan udara. Presipitasi terbentuk melalui tabrakan antara butir air atau kristal es dengan awan. Butir hujan memiliki ukuran yang beragam mulai dari pepat, mirip panekuk (butir besar), hingga bola kecil (butir kecil).

Proses terjadinya hujan adalah gejala alam yang membentuk siklus perputaran air di bumi. Secara sederhana, tahapan terjadinya hujan ini menggambarkan proses perpindahan air dari samudera, laut, sungai, danau dan sumber air lainnya ke atmosfer lalu kembali lagi menuju daratan. Indonesia sendiri memiliki 2 musim yakni musim kemarau dan musim hujan. Hal ini dikarenakan Indonesia terletak didekat garis khatulistiwa sehingga memiliki Iklim Tropis dan suhu yang tinggi sehingga menyebabkan terjadinya banyak proses penguapan sehingga memiliki curah hujan yang cukup tinggi.


Tahap-tahap pembentukan kumulonimbus, sejenis awan hujan, adalah sebagai berikut:


  • Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.
  • Pembentukan awan yang lebih besar: Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin, saling bergabung dan membentuk awan yang lebih besar.
  • Pembentukan awan yang bertumpang tindih: Ketika awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung membentuk awan yang lebih besar, gerakan udara vertikal ke atas terjadi di dalamnya meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan saling bertindih-tindih. Membesarnya awan secara vertikal ini menyebabkan gumpalan besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang bersuhu lebih dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin membesar. Ketika butiran air dan es ini telah menjadi berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dsb. (Anthes, Richard A.; John J. Cahir; Alistair B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s. 269; Millers, Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements of Meteorology, s. 141-142) Kita harus ingat bahwa para ahli meteorologi hanya baru-baru ini saja mengetahui proses pembentukan awan hujan ini secara rinci, beserta bentuk dan fungsinya, dengan menggunakan peralatan mutakhir seperti pesawat terbang, satelit, komputer, dsb. Sungguh jelas bahwa Allah telah memberitahu kita suatu informasi yang tak mungkin dapat diketahui 1400 tahun yang lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar